Pembantu raja melaporkan kepada raja tentang wanita dan anak-anaknya yang tak lain adalah isteri Maharaja Ali dan anak-anaknya.
"Aku ingin bertemu dengan wanita cantik itu. Kalau dia datang lagi meminta sedekah, suruh dia datang ke istana." kata raja. Pembantu raja menerima perintah raja dan menyampaikan kepada bawahannya apa yang diperintahkan raja.
Isteri Maharaja Ali kembali ke tempat suaminya yang sedang menunggu. Mereka memasak beras yang diterimanya dari sedekah di masjid. Puteri Hanin menceritakan bagaimana baiknya raja di negeri itu yang memperhatikan fakir dan miskin di negerinya.
Pada hari Jum'at berikutnya, Puteri Hanin dan anaknya berangkat ke masjid meminta sedekah. Di sana sudah berkumpul orang-orang yang meminta sedekah. Mereka senang akan mendapatkan sedekah.
"Ibu tidak dapat bagian di sini. Ibu harus langsung ke istana."Kata petugas sedekah saat Puteri Hanin meminta sedekah.
Berangkatlah ia ke istana beserta kedua anaknya. Ketika sampai di gerbang istana, hanya Puteri Hanin yang boleh masuk. Kedua anaknya terpaksa berhenti di luar istana menunggu ibunya.
"Ada keperluan apa gerangan Ibu datang kemari?" tanya raja setelah Puteri Hanin sampai ke hadapannya.
"Sudilah kiranya Baginda berbelas kasih kepada hamba dengan memberikan sedekah untuk keperluan hamba," Jawab Isteri Maharaja Ali.
"Baiklah, mari kita ke serambi istana," jawab raja
Mereka beranjak ke serambi istana. Setelah duduk, isteri Maharaja Ali menunggu jawaban dari raja. Namun raja hanya memandang Puteri Hanin menikmati kecantikannya. Karena raja tidak berkata apa-apa, Puteri Hanin pamit undur diri. Namun raja melarangnya, bahkan dia memerintahkan penjaganya agar menutup pintu gerbang dan menguncinya.
Anaknya yang sedang menunggu di luar sudah merasa kesal karena terlalu lama. Bertanyalah ia kepada para penjaga. Namun tak ada satupun penjaga yang memberi tahu, malah disuruhnya pulang karena pintu gerbang sudah dikunci.
Pulanglah kedua anaknya dengan perasaan sedih karena tidak bertemu dengan ibunya.
"Mana ibumu?" tanya Maharaja Ali
Kedua anaknya hanya menangis. Kemudian mereka menjawab
"Ibu di bawa ke dalam istana. Kami tidak boleh masuk, harus menunggu di pintu gerbang istana. Mereka menguci pintu gerbangnya. Kami sudah tanyakan ke petugasnya ibu kemana, tapi ga ada yang memberi tahu." jawabnya lalu menangis kembali.
"Alangkah dzalimnya negeri ini. Ayo kita tinggalkan tempat ini. Negeri ini tidak pantas untuk ditinggali. Lebih baik kita pergi mencari negeri lain yang lebih baik."Kata Maharaja Ali penuh dengan kesedihan.
Berangkatlah Maharaja Ali beserta anaknya meninggalkan Puteri Hanin dengan perasaan sedih yang amat sangat. Mereka berjalan melalui lembah, bukit, gunung dan hutan selama berbulan bulan. Di suatu tempat, mereka menemukan sebuah sungai. Namun tidak ada jembatan penyeberangan hanya ada penyewaan perahu untuk menyeberang.
"Tuan, kasihanilah kami, tolong antarkan kami ke seberang."Pinta Maharaja Ali
"Kalian punya ongkosnya?" tanya tukang perahu
"Maaf tuan, kami tidak memiliki apapun untuk membayarnya. kami orang miskin yang datang dari jauh." jawab Maharaja Ali
Mendengar jawaban itu, tukang perahu tidak mau menyeberangkan mereka. Terpaksa mereka berjalan menyusuri jalan setapak di pinggir sungai berharap ada jembatan penyeberangan. Meskipun tidak terlalu dalam, namun sungai itu banyak dihuni oleh buaya yang ganas.
Di suatu tempat, mereka menemukan sebuah pohon tumbang yang melintang ke seberang.
"Nah inilah tempat kita menyeberang, ayo kita berjalan di atasnya dengan hati hati, jangan sampai jatuh."Kata Maharaja Ali
"Kami tak berani berjalan sendiri-sendiri, Ayah,"Jawab kedua anaknya
"Lalu bagaimana?" Tanya Maharaja Ali
"Kami ingin dituntun Ayah." Jawab anaknya
"Baiklah," Maharaja Ali menuntun satu persatu anaknya berjalan di atas kayu. Dituntunnya anak pertama menyeberangi sungai. Setelah sampai, Maharaja Ali kembali mengajak anak keduanya. Namun ketika dia mengangkat anaknya ke daratan, Maharaja Ali disambar buaya yang telah menunggunya dari tadi sehingga terjatuh ke dalam sungai, ia diterkam buaya sehingga kepalanya terputus dan hanyut ke sungai.
Kedua anaknya tidak bisa berbuat apa-apa terhadap nasib ayahnya, mereka menangis tersedu-sedu. Pada saat itulah lewat seseorang dan menanyakan apa yang terjadi. Diceritakanlah kepadanya apa yang menimpa ayahnya. Merasa kasihan terhadap nasib kedua anak ini, orang tersebut membawanya ke desa dan menjadikannya sebagai anak angkat. Berhari-hari dan berbulan-bulan tinggal bersamanya, Johansyah dan Alisyah ternyata mempunyai pribadi yang baik, sopan dan rajin sehingga membuat orang tua angkatnya senang. Demikian pula orang-orang desa sangat menyukai mereka berdua. Maka diusulkanlah keduanya untuk menjadi pembantu raja. Sudah menjadi kebiasaan di desa tersebut jika ada pemuda yang baik akan dijadikan sebagai pembantu raja. Setelah diterima di istana mereka diberi tugas menjadi kepala keamanan di istana.
Tunda dulu kisah anak-anaknya. Kembali kepada Maharaja Ali yang kepalanya terputus terbawa sungai sampai ke lautan. Kepalanya yang terapung ditemukan oleh seorang ulama yang sangat sakti. Ulama tersebut dapat berjalan di atas air, memakai baju putih, di tangannya melingkar sebuah tasbih. Tak henti-hentinya ulama itu berzikir.
Ketika Ulama itu melihat kepala Maharaja Ali yang terombang ambing ombak, ia pun terdiam dan menitikkan air mata karena haru melihat kepala Maharaja Ali.
"Ya Allah! Hidupkanlah orang yang mempunyai kepala ini," Ulama berdo'a
Lama-lama nampaklah kehidupan pada kepala Maharaja Ali. Matanya mulai membuka
bersambung Sangaji Ali, Kisah dari Bima bagian 3
0 komentar:
Post a Comment