Sumber gambar: danautoba.org |
Seperti legenda-legenda lainnya, legenda Danau Toba pun mempunyai banyak versi. dapat dimaklumi karena legenda rakyat memang disampaikan dari mulut ke mulut. Bahkan kalau kita cermati, beberapa legenda rakyat ada beberapa bagian memiliki sedikit kemiripan. Seperti Keong Mas dengan Danau Toba; Pahit Lidah dengan Jaka Tarub, Sangkuriang dengan Oidipus Namun dari semua perbedaan yang ada selalu ada hikmah yang dapat kita petik dari kisah tersebut. Selamat membaca.
Alkisah ada seorang pemuda pengembara. Setelah ia mengembara kemana-mana, tibalah di suatu tempat yang menarik hatinya. Tempatnya indah, di pinggir sungai yang masih jernih serta tanahnya yang subur. Merasa tertarik dengan keindahan tempat itu, ia berniat menetap. Maka lelaki itu membangun rumah di sekitar sungai tersebut. Setelah rumahnya jadi, ia berkeliling melihat-lihat daerah tersebut mencari tanah yang subur untuk di bercocok tanam. Setelah menemukan tanah yang subur, ia mulai bercocok tanam.
Dengan keahliannya bercocok tanam, ia mendapatkan hasil yang banyak dari ladangnya. Setiap pulang dari ladang, ia selalu membawa kayu bakar yang ia simpan di kolong rumahnya. Kayu bakar itu dipakai untuk memasak setiap harinya.
Selain bercocok tanam, ia pun sangat senang memancing. Selain karena memang rumahnya dekat dengan sungai, ikannya pun gampang dipancing. Setiap ia memancing selalu mendapatkan hasil yang banyak.
Suatu hari, ia pergi memancing. Tidak seperti biasanya, pada hari itu tak ada satupun ikan yang mau memakan umpannya.
"Kemana ikan-ikan ini pergi? Tak biasanya aku lihat. Biasanya mudah sekali kudapatkan,"gerutunya
Dengan masih berharap, ia pun memasang umpannya dan kembali memancing. Namun tetap tak ada satupun yang didapatkannya padahal umpannya sudah hampir habis. Mulai lah dirinya merasa kesal.
"Kenapa pula ini, masa tak ada seekorpun ikan ku tangkap. Umpanku hampir habis ini. Ini yang terakhir, kalau aku tak dapat pula, aku pulang," katanya dengan kesal.
Dilemparkanlah kailnya ke sungai dengan umpan yang terakhir. Ditunggu dan tunggu tak ada satupun ikanpun yang dapat.
"uh...sial benar aku hari ini. Aku pulang saja,"kata si pemuda.
Ia pun menarik kailnya. Namun ketika kail itu ditarik terasa berat dan kailnya bergerak kesana kemari di bawa oleh ikan yang sangat besar. Si pemuda hatinya senang diapun menahan pancingannya.
Karena besarnya ikan yang nyangkut di kail, ia tidak langsung menariknya, namun dibiarkannya di bawa kesana kemari oleh ikan. Setelah beberapa jam, ikan mulai kelelahan. Dengan sigap, pancing ditarik oleh si pemuda. Maka terlihatlah ikan yang sangat besar. Segera dia tarik ke darat.
"Alamak, beruntung kali aku, akhirnya aku dapat, besar pula," si pemuda riang gembira.
Dibawalah ikan itu pulang ke rumah. Ikan disimpannya di dapur. Karena kayu bakar telah habis, si pemuda keluar rumah mengambil kayu bakar yang ada di kolong rumah. Setelah dia dapat cukup banyak kayu bakar, maka ia kembali ke dapur. Namun dia heran, ikan yang disimpan sudah tidak ada.
"Kemana ikan nih? Tak mungkin di makan kucing ikan sebesar itu." pikirnya
belum habis keheranannya, ia melihat beberapa keping emas tergeletak di tempat penyimpanan ikan.
"Uang siapa ini? apa ada yang mengambil ikanku dan ini bayarannya?" katanya penuh dengan keheranan.
Tak habis pikir dengan kejadian hari itu, si pemuda pun pergi ke kamar. Ketika membuka pintu kamar, alangkah terkejutnya dia. Di dalam kamar ada seorang gadis cantik yang sedang duduk menghadap cermin sambil menyisir rambut.
"Hai, siapa kamu?" tanya si pemuda,"Apa yang kamu lakukan di sini?"
Bukannya menjawab pertanyaannya, gadis cantik itu tersenyum dan berkata.
"Tuan, hari sudah mulai gelap. Dapatkah Tuan menyalakan lampu kamar ini?"
Meskipun dalam keadaan masih kebingungan, si pemuda menuruti permintaan si gadis. Ia pun menyalakan lampu rumahnya. Ia semakin terpesona melihat kecantikan si gadis saat terkena cahaya lampu. Setelah lampu dinyalakan, si gadis pun pergi ke dapur untuk memasak nasi. Seperti kerbau dicocok hidung, si pemuda mengikutinya sambil keheranan. Setelah beberapa lama, si pemuda dapat menguasai keadaan.
"Siapakah gerangan engkau, hai gadis yang cantik?" tanya si pemuda dengan nada yang sopan..
"Maafkan Tuan,"jawab si gadis," jika kehadiran saya mengagetkan Tuan. Saya sebenarnya adalah jelmaan dari ikan yang tuan tangkap di sungai. Adapun emas yang di wadah itu adalah jelmaan dari sisik saya." cerita si gadis
"Ooh, jadi kau jelmaan seekor ikan?" tanya si pemuda keheranan.
"Benar Tuan," jawab si gadis meyakinkan,"Tuan, bolehkan saya tinggal bersama Tuan di rumah ini?" tanya si gadis.
Mendengar permintaan sang gadis, si pemuda merasa senang. Sebab dari awal ia sudah terpesona dengan kecantikan gadis itu.
"Ya ya... Tinggallah di gubuk ini dengan senang hati. Anggaplah rumahmu sendiri," jawab si pemuda kegirangan.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, kebersamaannya dengan sang gadis membuat si pemuda semakin mencintainya. Selain karena elok rupanya, ternyata gadis itu pandai memasak dan rajin. Karena rasa cintanya semakin besar, dengan memberanikan diri ia berkata kepada sang gadis.
"Wahai adeku yang elok, tak terasa kita telah bersama cukup lama. Perasaan abang terhadap Ade semakin lama semakin kuat. Abang merasa tak akan sanggup bila suatu saat berpisah. Maukah Ade menikah dengan Abang?" tanya si pemuda penuh harap.
"Duhai Abang, Ade senang bila Abang memang mencintai Ade, karena selama ini pun perasaan Ade tidak jauh berbeda dengan Abang. Namun, Ade mau menikah dengan Abang bila Abang dapat memenuhi permintaan Ade," jawab sang gadis.
"Apa permintaan Ade? coba katakan. Abang akan melaksanakannya dengan sepenuh hati." jawab si pemuda penuh tanda tanya.
"Setelah Abang menikahi Ade, Abang harus bersumpah tidak akan sekali-kali mengungkit asal usul Ade,"jawab si gadis.
"Oh, itu persyaratan yang mudah. Baiklah, Abang berjanji tidak akan mengungkit asal usul Ade," Jawab si pemuda dengan senang hati. Sebelumnya ia mengira akan ada syarat yang berat.Maka dilangsungkanlah pernikahan keduanya.
Singkat cerita, keduanya mendapatkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Samosir. Karena selalu dimanjakan oleh ibunya, Samosir menjadi malas dan suka melawan. Seringkali ibunya meminta Samosir mengantarkan makanan untuk ayahnya di ladang. Namun tak sekalipun Samosir mau menurutinya. Akhirnya Ibunya sendiri yang mengantarkannya.
Suatu hari, karena kecapaian ibu Samosir sakit, ia tak bisa mengantarkan makanan ke ladang. Maka dipanggillah Samosir.
"Anakku, Ibu hari ini sakit, tak bisa mengantar makanan ke ayahmu. Tolong antarkan ya! Kasihan Ayah akan kelaparan kalau sampai tidak diantar makanan," pinta ibunya sambil menahan rasa sakit.
Meskipun Samosir seorang pemalas, namun melihat ibunya sedang sakit, timbul pula ibanya.
"Baik Ibu, aku akan antarkan makanannya ke ayah,"jawab Samosir
"Bagus anakku, ini bawalah kepada ayahmu!" kata ibunya sambil memberikan rantang berisi makan siang ayahnya.
Berangkatlah Samosir ke ladang. Namun karena perjalanannya cukup jauh bagi seorang anak, ia merasa lapar. Di tengah jalan, maka dibukalah bekal makan ayahnya.
"Jauh juga ladang ayah, lapar pula perut ini," gerutu Samosir,"lebih baik aku makan dulu sebagian,"
ujarnya sambil memakan makanan. Setelah cukup kenyang, ia pun melanjutkan perjalanannya,
Dikisahkan ayahnya sedang bercocok tanam di ladang, ia sudah sangat kelaparan.
"Kemana istriku? Aku sudah lapar ini," katanya
Setelah beberapa lama, muncullah Samosir menenteng rantang. Dengan senang hati bercampur marah, ayahnya memanggil Samosir.
"Ayo samosir, segera. Ayah sudah lapar ini,"perintahnya,"Kenapa kau lama sekali?"
Kemudian ayahnya membuka rantang berisi makan siangnya. Terkejut ia saat melihat rantangnya hanya tersisa sedikit. Marahlah kepada Samosir.
"Hai Samosir, kenapa makanan ini tinggal sedikit?" tanya ayahnya
Melihat ayahnya marah, Samosir ketakutan."
"Maaf Ayah, tadi dijalan aku kelaparan, jadi sebagiannya aku makan," jawab anaknya ketakutan melihat kemarahan ayahnya.
Apa?kau makan sebagiannya? sudah pemalas,kau tidak bisa dipercaya," kata ayahnya sambil memukul Samosir,"Dasar anak keturunan ikan, tak tahu diuntung,"
Samosir kaget mendengar kata-kata ayahnya,"Apa Ayah, kau bilang aku keturunan ikan?" tanyanya
"Ya, ibumu yang memanjakanmu sebenarnya adalah ikan!" jawab ayahnya dengan kemarahan yang sangat tinggi, lupa dengan sumpahnya dahulu.
Mendengar kata-kata ayahnya, Samosir menangis dengan keras sambil berlari pulang. Setibanya di rumah, ia langsung menuju ibunya yang sedang tergolek sakit di kamar.
"Ibuuu....hu..hu..hu," tangisnya Samosir sambil memeluk ibunya.
"Kenapa Nak? kenapa kau menangis begini,"ibunya kaget penuh kekhawatiran.
"Ibu, aku di pukul ayah. Dan ayah bilang kalau ibu jelmaan ikan,"kata Samosir terisak-isak.
Mendengar cerita Samosir, sang ibu terkejut, tak menyangka suaminya akan melanggar sumpahnya. Ia merasa sedih. Maka dipeluklah Samosir dan dinasehatinya .
"Samosir, ingatlah pesan Ibu. Pergilah segera ke atas bukit itu. Lihatlah di puncaknya ada pohon kayu yang tinggi segeralah naik ke pohon itu, dan diamlah disana,"kata ibunya dengan penuh kesedihan.
"Segeralah nak, pergilah ke bukit itu," perintah ibunya
Mendengar perintah ibunya, Samosir segera berlari, mendaki bukit yang ditunjukan oleh ibunya. Sedangkan sang Ibu memperhatikannya dengan penuh iba.
Setelah Samosir sampai di puncak bukit, ibunya berangkat ke sungai. Setibanya di sana, ia menceburkan diri ke sungai dan berubah menjadi ikan yang besar. Bersamaan dengan itu, turunlah hujan yang sangat deras. Semakin lama, sungai semakin meluap dan meluas menenggelamkan desa sekitar bukit yang dinaiki Samosir. Genangan air itu semakin luas membentuk sebuah danau yang dikenal dengan nama Danau Toba. Sedangkan pulau yang di daki oleh Samosir disebut Pulau Samosir.
T a m a t
"Kemana ikan-ikan ini pergi? Tak biasanya aku lihat. Biasanya mudah sekali kudapatkan,"gerutunya
Dengan masih berharap, ia pun memasang umpannya dan kembali memancing. Namun tetap tak ada satupun yang didapatkannya padahal umpannya sudah hampir habis. Mulai lah dirinya merasa kesal.
"Kenapa pula ini, masa tak ada seekorpun ikan ku tangkap. Umpanku hampir habis ini. Ini yang terakhir, kalau aku tak dapat pula, aku pulang," katanya dengan kesal.
Dilemparkanlah kailnya ke sungai dengan umpan yang terakhir. Ditunggu dan tunggu tak ada satupun ikanpun yang dapat.
"uh...sial benar aku hari ini. Aku pulang saja,"kata si pemuda.
Ia pun menarik kailnya. Namun ketika kail itu ditarik terasa berat dan kailnya bergerak kesana kemari di bawa oleh ikan yang sangat besar. Si pemuda hatinya senang diapun menahan pancingannya.
Karena besarnya ikan yang nyangkut di kail, ia tidak langsung menariknya, namun dibiarkannya di bawa kesana kemari oleh ikan. Setelah beberapa jam, ikan mulai kelelahan. Dengan sigap, pancing ditarik oleh si pemuda. Maka terlihatlah ikan yang sangat besar. Segera dia tarik ke darat.
"Alamak, beruntung kali aku, akhirnya aku dapat, besar pula," si pemuda riang gembira.
Dibawalah ikan itu pulang ke rumah. Ikan disimpannya di dapur. Karena kayu bakar telah habis, si pemuda keluar rumah mengambil kayu bakar yang ada di kolong rumah. Setelah dia dapat cukup banyak kayu bakar, maka ia kembali ke dapur. Namun dia heran, ikan yang disimpan sudah tidak ada.
"Kemana ikan nih? Tak mungkin di makan kucing ikan sebesar itu." pikirnya
belum habis keheranannya, ia melihat beberapa keping emas tergeletak di tempat penyimpanan ikan.
"Uang siapa ini? apa ada yang mengambil ikanku dan ini bayarannya?" katanya penuh dengan keheranan.
Tak habis pikir dengan kejadian hari itu, si pemuda pun pergi ke kamar. Ketika membuka pintu kamar, alangkah terkejutnya dia. Di dalam kamar ada seorang gadis cantik yang sedang duduk menghadap cermin sambil menyisir rambut.
"Hai, siapa kamu?" tanya si pemuda,"Apa yang kamu lakukan di sini?"
Bukannya menjawab pertanyaannya, gadis cantik itu tersenyum dan berkata.
"Tuan, hari sudah mulai gelap. Dapatkah Tuan menyalakan lampu kamar ini?"
Meskipun dalam keadaan masih kebingungan, si pemuda menuruti permintaan si gadis. Ia pun menyalakan lampu rumahnya. Ia semakin terpesona melihat kecantikan si gadis saat terkena cahaya lampu. Setelah lampu dinyalakan, si gadis pun pergi ke dapur untuk memasak nasi. Seperti kerbau dicocok hidung, si pemuda mengikutinya sambil keheranan. Setelah beberapa lama, si pemuda dapat menguasai keadaan.
"Siapakah gerangan engkau, hai gadis yang cantik?" tanya si pemuda dengan nada yang sopan..
"Maafkan Tuan,"jawab si gadis," jika kehadiran saya mengagetkan Tuan. Saya sebenarnya adalah jelmaan dari ikan yang tuan tangkap di sungai. Adapun emas yang di wadah itu adalah jelmaan dari sisik saya." cerita si gadis
"Ooh, jadi kau jelmaan seekor ikan?" tanya si pemuda keheranan.
"Benar Tuan," jawab si gadis meyakinkan,"Tuan, bolehkan saya tinggal bersama Tuan di rumah ini?" tanya si gadis.
Mendengar permintaan sang gadis, si pemuda merasa senang. Sebab dari awal ia sudah terpesona dengan kecantikan gadis itu.
"Ya ya... Tinggallah di gubuk ini dengan senang hati. Anggaplah rumahmu sendiri," jawab si pemuda kegirangan.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, kebersamaannya dengan sang gadis membuat si pemuda semakin mencintainya. Selain karena elok rupanya, ternyata gadis itu pandai memasak dan rajin. Karena rasa cintanya semakin besar, dengan memberanikan diri ia berkata kepada sang gadis.
"Wahai adeku yang elok, tak terasa kita telah bersama cukup lama. Perasaan abang terhadap Ade semakin lama semakin kuat. Abang merasa tak akan sanggup bila suatu saat berpisah. Maukah Ade menikah dengan Abang?" tanya si pemuda penuh harap.
"Duhai Abang, Ade senang bila Abang memang mencintai Ade, karena selama ini pun perasaan Ade tidak jauh berbeda dengan Abang. Namun, Ade mau menikah dengan Abang bila Abang dapat memenuhi permintaan Ade," jawab sang gadis.
"Apa permintaan Ade? coba katakan. Abang akan melaksanakannya dengan sepenuh hati." jawab si pemuda penuh tanda tanya.
"Setelah Abang menikahi Ade, Abang harus bersumpah tidak akan sekali-kali mengungkit asal usul Ade,"jawab si gadis.
"Oh, itu persyaratan yang mudah. Baiklah, Abang berjanji tidak akan mengungkit asal usul Ade," Jawab si pemuda dengan senang hati. Sebelumnya ia mengira akan ada syarat yang berat.Maka dilangsungkanlah pernikahan keduanya.
Singkat cerita, keduanya mendapatkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Samosir. Karena selalu dimanjakan oleh ibunya, Samosir menjadi malas dan suka melawan. Seringkali ibunya meminta Samosir mengantarkan makanan untuk ayahnya di ladang. Namun tak sekalipun Samosir mau menurutinya. Akhirnya Ibunya sendiri yang mengantarkannya.
Suatu hari, karena kecapaian ibu Samosir sakit, ia tak bisa mengantarkan makanan ke ladang. Maka dipanggillah Samosir.
"Anakku, Ibu hari ini sakit, tak bisa mengantar makanan ke ayahmu. Tolong antarkan ya! Kasihan Ayah akan kelaparan kalau sampai tidak diantar makanan," pinta ibunya sambil menahan rasa sakit.
Meskipun Samosir seorang pemalas, namun melihat ibunya sedang sakit, timbul pula ibanya.
"Baik Ibu, aku akan antarkan makanannya ke ayah,"jawab Samosir
"Bagus anakku, ini bawalah kepada ayahmu!" kata ibunya sambil memberikan rantang berisi makan siang ayahnya.
Berangkatlah Samosir ke ladang. Namun karena perjalanannya cukup jauh bagi seorang anak, ia merasa lapar. Di tengah jalan, maka dibukalah bekal makan ayahnya.
"Jauh juga ladang ayah, lapar pula perut ini," gerutu Samosir,"lebih baik aku makan dulu sebagian,"
ujarnya sambil memakan makanan. Setelah cukup kenyang, ia pun melanjutkan perjalanannya,
Dikisahkan ayahnya sedang bercocok tanam di ladang, ia sudah sangat kelaparan.
"Kemana istriku? Aku sudah lapar ini," katanya
Setelah beberapa lama, muncullah Samosir menenteng rantang. Dengan senang hati bercampur marah, ayahnya memanggil Samosir.
"Ayo samosir, segera. Ayah sudah lapar ini,"perintahnya,"Kenapa kau lama sekali?"
Kemudian ayahnya membuka rantang berisi makan siangnya. Terkejut ia saat melihat rantangnya hanya tersisa sedikit. Marahlah kepada Samosir.
"Hai Samosir, kenapa makanan ini tinggal sedikit?" tanya ayahnya
Melihat ayahnya marah, Samosir ketakutan."
"Maaf Ayah, tadi dijalan aku kelaparan, jadi sebagiannya aku makan," jawab anaknya ketakutan melihat kemarahan ayahnya.
Apa?kau makan sebagiannya? sudah pemalas,kau tidak bisa dipercaya," kata ayahnya sambil memukul Samosir,"Dasar anak keturunan ikan, tak tahu diuntung,"
Samosir kaget mendengar kata-kata ayahnya,"Apa Ayah, kau bilang aku keturunan ikan?" tanyanya
"Ya, ibumu yang memanjakanmu sebenarnya adalah ikan!" jawab ayahnya dengan kemarahan yang sangat tinggi, lupa dengan sumpahnya dahulu.
Mendengar kata-kata ayahnya, Samosir menangis dengan keras sambil berlari pulang. Setibanya di rumah, ia langsung menuju ibunya yang sedang tergolek sakit di kamar.
"Ibuuu....hu..hu..hu," tangisnya Samosir sambil memeluk ibunya.
"Kenapa Nak? kenapa kau menangis begini,"ibunya kaget penuh kekhawatiran.
"Ibu, aku di pukul ayah. Dan ayah bilang kalau ibu jelmaan ikan,"kata Samosir terisak-isak.
Mendengar cerita Samosir, sang ibu terkejut, tak menyangka suaminya akan melanggar sumpahnya. Ia merasa sedih. Maka dipeluklah Samosir dan dinasehatinya .
"Samosir, ingatlah pesan Ibu. Pergilah segera ke atas bukit itu. Lihatlah di puncaknya ada pohon kayu yang tinggi segeralah naik ke pohon itu, dan diamlah disana,"kata ibunya dengan penuh kesedihan.
"Segeralah nak, pergilah ke bukit itu," perintah ibunya
Mendengar perintah ibunya, Samosir segera berlari, mendaki bukit yang ditunjukan oleh ibunya. Sedangkan sang Ibu memperhatikannya dengan penuh iba.
Setelah Samosir sampai di puncak bukit, ibunya berangkat ke sungai. Setibanya di sana, ia menceburkan diri ke sungai dan berubah menjadi ikan yang besar. Bersamaan dengan itu, turunlah hujan yang sangat deras. Semakin lama, sungai semakin meluap dan meluas menenggelamkan desa sekitar bukit yang dinaiki Samosir. Genangan air itu semakin luas membentuk sebuah danau yang dikenal dengan nama Danau Toba. Sedangkan pulau yang di daki oleh Samosir disebut Pulau Samosir.
T a m a t
0 komentar:
Post a Comment