Sebaik apapun seorang pemimpin namun bila dikelilingi sahabat yang buruk, maka ia pun akan terbawa berbuat buruk. Istilah orang politik mah Ring Satu adalah penentu kebijakan. Nah, gambarannya bisa kita lihat dari kisah di bawah ini, di ambil dari Hikayat Kalilah dan Dimnah.
Alkisah, di suatu hutan yang dekat dengan jalan besar, tinggallah seekor raja singa dengan tiga teman kepercayaannya yaitu serigala, rubah dan gagak. Pada suatu hari, lewatlah rombongan pengembala unta menghalau untanya. Salah satu untanya terlepas dan masuk ke dalam hutan. Sampailah ia di tempat duduk raja singa berserulah singa kepadanya, "Hai, siapa kau, dan darimana kau datang?"
"Ampun Tuan, "jawab unta ketakutan, "Hamba tersesat, tercerai dari rombongan teman-teman hamba. dan sekarang tak dapat keluar lagi dari sini."
Mendengar jawaban unta yang menghiba, raja singa kasihan kepadanya.
"Janganlah engkau takut, "katanya , "tinggallah engkau bersama kami di sini menjadi sahabat kami."
Untupun suka cita mendengarnya dan diamlah dia disitu dengan sejahtera.
image:duniadongeng.wordpress.com |
Arkian pada suatu hari keluarlah raja singa berburu. ia bertemu dengan seekor gajah yang besar dan terjadilah perkelahian antara keduanya. Perkelahian pun berlangsung lama, dan tidak ada satupun yang kalah. Mereka berdua kelelahan dan sudah sama sama terluka. Maka larilah gajah ke dalam hutan dan singapun pulang ke tempatnya, jatuhlah ia tidak sadarkan diri. Maka sejak itu dia tidak bisa keluar berburu.
Makin hari badannya makin kurus, demikian pula para sahabatnya yang biasa ikut makan mengalami hal yang sama. Demi melihat sahabat-sahabatnya itu kurus, raja singa berkata, "Wahai sahabatku, nampak benar kalian kelaparan dan sangat ingin mendapatkan makanan."
"Janganlah tuan pikirkan kami," jawab ketiga binatang itu,"bagi kami keselamatan Tuanku lebih utama. oleh karena itu pilu hati kami melihat Tuanku makin lama makin bertambah kurus juga. Alangkah besarnya hati kami kalau dapat mencarikan makanan untuk Tuanku."
"Amat besar hatiku mendengar kesetiaanmu,"kata raja singa. "Sebab itu pergilah kamu ke hutan, mudah mudahan kalian dapat buruan yang bisa kita makan bersama-sama."
ketiga binatang itu pun keluarlah, tetapi mereka tidak berburu hanya berkumpul di suatu tempat untuk berunding.
"Apa faedahnya si pemakan rumput yang besar itu kita hidupi,"kata mereka serempak,"padahal dia tidak sebangsa dan tidak sepikiran dengan kita. Tidakkah lebih baik kita katakan kepada raja singa, supaya dibunuhnya saja unta itu, supaya kita pun dapat memakan dagingnya."
"Itulah yang sukar bagi kita mengatakannya kepada singa, kata rubah,"Karena dia telah berjanji akan melindungi jiwa unta itu."
"Hal itu serahkanlah kepadaku,"kata gagak, "biarlah aku mengatakannya kepada singa."Lalu ia pun masuklah menghadap.
"Apakah kamu mendapat sesuatu?" tanya singa melihat gagak datang.
"Ampun, Tuanku yang mungkin mendapatkannya hanyalah orang yang ada tenaganya, dan matanya dapat melihat pula. Adapun kami, karena lapar, tidaklah kami memiliki tenaga demikian pula mata kami tidak dapat melihat. Tetapi kami mempunyai suatu pendapat, yang menurut kami baik, semoga Tuanku dapat menyetujui."
"Apakah pendapatmu itu?" tanya raja singa
"Unta pemakan rumput itu Tuanku, yang sehari-hari makan minum tidak ada manfaatnya sama sekali bagi kita."
Raja singa murka mendengar perkataan gagak.
"Alangkah jahatnya kau gagak!" kata raja singa,"Alangkah kejamnya hatimu, tidak punya belas kasihan dan tidak setia. padahal telah kau ketahui, bahwa aku berjanji akan melindungi nyawanya. Tidakkah engkau tahu, bahwa tidak ada suatu sedekahpun yang lebih besar pahalanya daripada melindungi jiwa yang ketakutan dan memelihara darah yang akan tertumpah? Aku sudah berkata akan melindungi dan aku tidak akan mengingkari janji."
"Hamba mengerti maksud perkataan Tuanku itu,"kata gagak.
"Akan tetapi Tuanku harus maklum, bahwa diri yang satu menjadi penebus jiwa seisi rumah, dan seisi rumah penebus jiwa sekaum, jiwa sekaum penebus jiwa seluruh negeri jadi penebus bagi jiwa Tuanku. Sekarang jiwa Tuanku dalam bahaya. Hamba dapat pula mencarikan jalan supaya Tuanku jangan berdosa menyalahi janji, sehingga yang dimaksud tercapai dan Tuanku terlepas dari segala kesalahan."
Mendengar itu diamlah raja singa, tidak menjawab lagi. Maka gagakpun keluarlah pergi menemui teman-temannya.
"Sudah kusampaikan maksud kita kepada raja,"katanya.
"Mulanya raja menolak, tapi setelah kujelaskan lebih lanjut, raja pun diam. Marilah kita bersama-sama dengan unta itu ke hadapannya, lalu tiap tiap kita memperlihatkan kesedihan hati melihat keadaan raja, dan minta supaya untuk suka menerima jika dirinya dikurbankan untuk baginda. waktu teman kita berkata begitu, hendaklah yang lain mencela pendapatnya itu, sampai datang giliran unta berkata demikian pula. Dengan jalan begitu kita akan selamat semuanya, dan raja tidak pula akan marah kepada kita."
Setelah itu mereka pergi mengajak unta datang bersama sama ke hadapan raja singa, karena sakitnya bertambah keras juga. Sampai di hadapan raja singa, berkatalah gagak,"Ampun Tuanku, pada penglihatan hamba, Tuanku mengalami sakit yang semakin parah, karena Tuanku telah lama tidak beroleh makanan lagi. Sebagai hamba Tuanku yang hina, maka tiadalah yang lebih patut berkurban untuk keselamatan Tuanku hamba hidup, dan apabila Tuanku tiada lagi, maka hambapun binasalah, tak ada faedahnya hamba hidup. Oleh sebab itu hamba rela mengorbankan diri yang hina ini, bunuhlah hamba dan makanlah daging hamba Tuanku!"
"Diamlah kau!"kata serigala dan rubah serentak."Tak ada manfaatnya dagingmu bagi raja, tak akan mengenyangkan juga."
"Kalau begitu biarlah tuanku bunuh diri hamba ini saja,"Kata rubah. "Badan hamba lebih besar dan tentulah hamba dapat mengenyangkan Tuanku."
"Dagingmu busuk dan berbisa,"Kata serigala bersama dengan gagak,"dan berbahaya kalau dimakan."
"Tetapi hamba tiadalah seperti rubah itu,"kata serigala pula.
"Oleh sebab itu biarlah Tuanku memakan daging hamba saja."
"Kau pandai obat,"kata gagak dengan rubah,"barang siapa bermaksud hendak membunuh dirinya, hendaklah dia memakan daging serigala."
Mendengar semuanya, menyangkalah unta kalau ia menghadapkan dirinya untuk mengorbankan diri, maka teman-temannya akan mencarikan alasan penolakan pula untuk dirinya. Maka akan selamat dirinya dan raja tidak akan murka kepadanya. Ia pun berkata,"Tetapi Tuanku, pada diri hamba Tuanku akan memperoleh daging yang baik dan sedap lagi mengenyangkan. Oleh sebab itu biarlah Tuanku bunuh hamba, Tuanku makan daging hamba, hamba relakan sudah."
Belum habis perkataannya, berkatalah serigala, rubah dan gagak,"Benar perkataan unta itu, dan telah bermurah hati dia memberikan dirinya."Ketika itu juga melompatlah ketiga-tiganya, menerkam unta itu dan mengoyak ngoyak dagingnya.
Pelajaran yang dapat kita petik dari kisah di atas. Seorang pemimpin bisa saja dia baik, bertanggung jawab, bersih. Namun ketika di sekelilingnya orang culas, licik dan jahat, maka ia pun sulit lepas dari perbuatan perbuatan mereka. Dan bisa jadi, mereka yang disekelilingnya berbuat tanpa sepengetahuan pemimpinnya. Atau bisa jadi, mereka akan berkata,"Tuan, biarlah kami yang menyelesaikan permasalahan ini, Anda cukup katakan, saya tidak tahu, itu bukan urusan saya, tanyakan kepada pihak yang tahu." auuuuuu....hehe
Jadi, dalam memilih pemimpin jangan hanya terfokus pada diri pemimpin tersebut, lihat pula siapa orang-orang di sekelilingnya :D.
Sumber: Hikayat Kalilah dan Dimnah :Depdikbud
0 komentar:
Post a Comment