Wa Lancar adalah seorang anak yatim yang miskin. Tetapi semangat belajarnya sangat tinggi terutama belajar ilmu agama. Sayangnya Ibunya tak sanggup membiayai sekolahnya seperti orang-orang mampu lainnya. Namun tanpa putus asa, Wa Lancar pergi mencari guru yang mau menampung dia belajar tanpa dibayar. Akhirnya Wa Lancar menemukan seorang guru yang rela tidak dibayar, asalkan Wa Lancar mau mengerjakan apa yang diperintah gurunya. Dengan senang hati, Wa Lancar menyetujuinya.
Setelah sekian lama belajar pada guru tersebut, Wa Lancar hanya diajarkan satu ilmu, "Kalau sudah lapar, jangan makan". Karena ilmu yang diterima tak bertambah, Wa Lancar merasa tidak puas. Lalu dia mencari guru yang lain.
Setelah mencari kemana-mana, akhirnya Wa Lancar bertemu dengan guru yang kedua. Guru yang kedua pun memberi syarat yang sama dengan guru yang pertama. Dan setelah sekian lama, ilmu yang diberikanpun hanya satu "Kalau lelah berjalan, berhenti!". Karena tidak puas, Wa Lancar pun meninggalkan gurunya dan berniat mencari guru yang lain.
Setelah menemukan guru yang ketiga, ternyata sama saja. Guru ini pun hanya memberikan satu ilmu yaitu "Ambil Batu, Ambil Pisau, Asah Tajam-tajam". Karena tidak puas dan kecewa, Wa Lancarpun berhenti belajar. Tetapi dia tetap mengingat ilmu yang diajarkan ketiga gurunya.
Keinginan belajar Wa Lancar tetap besar. Sekarang dia mencari guru lagi, tapi belajar kepada teman-temannya yang sudah selesai belajar agama. Setelah belajar berbagai ilmu, Wa Lancar pergi merantau.
Setelah sampai di suatu kerajaan, Wa Lancar mohon izin agar dia dapat tinggal di sebuah mesjid kerajaan untuk mengajar ilmu agama. Keinginannya dikabulkan, diapun mulai mengajar anak-anak ilmu agama. Wa Lancar mengajar anak-anak membaca al Qur'an dan ilmu agama lainnya. Makin lama muridnya makin banyak dan Wa Lancarpun semakin terkenal sebagai guru yang pintar dan baik hati.
Selalu ada yang jahat di suatu tempat. Demikian pula di kerajaan itu, ada guru lain yang merasa cemburu dengan keadaan Wa Lancar. Karena hatinya iri, ia pun mengadukan Wa Lancar ke raja bahwa Wa Lancar sudah menyebarkan ajaran sesat kepada murid-muridnya. Maka Raja memanggil Wa Lancar Ke Istana.
Raja : "Wa Lancar, tidak sepantasnya kamu berbuat seperti itu. Air susu dibalas dengan air tuba. Aku izinkan kau mengajar di mesjid itu mengapa kau ajarkan aliran sesat kepada murid-muridmu?"
Wa Lancar : "Ampun Baginda, mana berani hamba bertindak seperti itu. Fitnah terhadap hamba, Baginda".
Raja :"Telah datang khabar yang kuat kepadaku. Kamu tidak bisa mengelak lagi. Untuk itu kamu akan dihukum dengan mengawini puteriku."
Wa Lancar heran dan bingung dengan hukuman yang diberikan oleh raja. Alih-alih dapat hukuman yang berat, malah dia akan dikawinkan dengan puteri raja. Namun setelah diberi tahu teman-temannya tahulah ia mengapa dihukumannya dikawinkan dengan puteri raja. Karena setiap puteri raja dikawinkan, tak lama kemudian suaminya mati dengan tiba-tiba. Makanya sampai sekarang sang putri masih sendiri.
Setelah Wa lancar menikah dengan puteri raja, dia dijamu makan bersama dengan beberap orang. Di antara mereka ada guru yang cemburu dan iri yang telah mengadukan dia kepada raja. Mereka makan-makan dengan suka cita. Wa Lancar pun karena lapar, ia hendak makan. Tetapi ingat dengan ajaran gurunya “Kalau sudah lapar jangan makan”. Wak Lancar tidak jadi makan. Bagiannya diberikan kepada orang lain.
Wa Lancar heran dan bingung dengan hukuman yang diberikan oleh raja. Alih-alih dapat hukuman yang berat, malah dia akan dikawinkan dengan puteri raja. Namun setelah diberi tahu teman-temannya tahulah ia mengapa dihukumannya dikawinkan dengan puteri raja. Karena setiap puteri raja dikawinkan, tak lama kemudian suaminya mati dengan tiba-tiba. Makanya sampai sekarang sang putri masih sendiri.
Setelah Wa lancar menikah dengan puteri raja, dia dijamu makan bersama dengan beberap orang. Di antara mereka ada guru yang cemburu dan iri yang telah mengadukan dia kepada raja. Mereka makan-makan dengan suka cita. Wa Lancar pun karena lapar, ia hendak makan. Tetapi ingat dengan ajaran gurunya “Kalau sudah lapar jangan makan”. Wak Lancar tidak jadi makan. Bagiannya diberikan kepada orang lain.
Ternyata, setelah orang yang
mendapat bagian makanan dari Wak Lancar tiba-tiba sakit perut. Tak lama
kemudian mati. Rupa-rupanya orang yang memfitnah Wak Lancar kepada raja telah
membubuhkan racun di makanan Wak Lancar agar dia mati. Tidak ada seorang pun
yang mengetahui kalau dia membubuhkan racun di makanan Wak Lancar. Dan merekapun
tak tahu bahwa dia yang memfitnah Wak Lancar kepada raja.
Setelah kejadian itu, orang yang
memfitnah Wak Lancar makin kesal hatinya. Dia pun membawa pengawal raja,dan
berkata kepada Wak Lancar.
“Wak Lancar, kamu harus pergi ke
sungai sekarang juga. Raja memerintahkanmu mencarikan batu hitam di sana.” Kata
orang itu.
“Baiklah, aku akan pergi.” Jawab
Wak Lancar tanpa curiga.
Maka berangkatlah Wak Lancar
bersama pengawal raja ke sungai. Setelah menemukan batu hitam di sungai, mereka
berdua pulang. Di tengah perjalanan, Wak Lancar merasa lelah. Ia teringat pesan
gurunya “Kalau Lelah Berjalan, Berhenti”. Maka ia berhenti dan berkata kepada
pengawal raja.
“Pengawal, aku lelah. Mari kita istirahat
sebentar”. Kata Wak Lancar
“Saya masih kuat, Tuan,” Jawab
pengawal raja
“Baiklah, kalau kamu ga mau
istirahat, silahkan jalan duluan. Nanti aku menyusul,” kata Wak Lancar sambil
duduk menyandar di pohon.
Setelah agak jauh berjalan,
tiba-tiba si pengawal menjerit kesakitan dan jatuh ke tanah dengan berlumuran
darah. Wak Lancar segera berlari ke arah pengawal raja. Namun sebelum sempat di
tolong, pengawal raja telah meninggal. Ternyata dia terkena ranjau yang
dipasang oleh orang yang memfitnah Wak Lancar. Akhirnya Wak Lancar bergegas
pulang ke istana.
Sesampainya di Istana, hari sudah
gelap. Dia berfikir akan menyerahkan batu hitam keesokan harinya kepada raja. Kemudian
Wak Lancar masuk ke kamar puteri raja yang telah menjadi isterinya. Sambil duduk,
ia memperhatikan isterinya. Karena batu hitamnya disimpan di kantong celana
terasa mengganjal, dia keluarkan. Teringatlah nasihat gurunya “Ambil batu,
ambil pisau, asah tajam-tajam”. Dia pun mengambil pisau dan mengasahnya di batu
hitam. Malam pun semakin larut, pisau Wak Lancar sudah sangat tajam. Tiba-tiba
dari sela-sela kaki sang puteri keluarlah seekor lipan putih beracun mendekati
Wak Lancar hendak menggigit. Dengan cepat, ia membunuhnya dengan menggunakan
pisau yang dipegangnya. Rupa-rupanya lipan itu adalah penunggu sang puteri yang
selalu membunuh suami sang puteri terdahulu.
Keesokan harinya, Wak Lancar
menyerahkan batu hitam yang di dapatnya di sungai. Dan ia pun menceritakan
kejadian semalam waktu ia membunuh lipan putih. Mendengar kabar tersebut, raja
sangat senang karena makhluk penunggu telah mati. Maka raja pun mengadakan
pesta pernikahan Wak Lancar dengan puterinya dengan besar-besaran. Akhirnya Wak
Lancar hidup bahagia dengan puteri raja.
0 komentar:
Post a Comment