Ketika Ulama itu melihat kepala Maharaja Ali yang diombang ambingkan ombak, ia pun berdiam diri sejenak. Kemudian menitiklah air mata ulama itu karena haru melihat kepala yang demikian.
"Ya Allah! Hidupkanlah orang yang mempunyai kepala ini," Ulama berdoa
Lama-lama nampaklah kehidupan pada kepala Maharaja Ali. Matanya mulai terbuka. Karena itu Ulama meneruskan lagi doanya. Maka nampak pula tubuh yang semakin sempurna bentuknya melengkapi tanda-tanda kehidupan pada diri Maharaja Ali
Ulama bertanya mengapa sampai terjadi musibah yang menimpa diri Maharaja Ali. Maharaja Ali pun menceritakan segala hal sejak awal hingga akhir.
"Segala yang telah terjadi semata-mata atas kehendak Allah sesuai dengan sikap dan tingkah laku selama hidupmu. Maka kini hendaklah banyak bersabar dan jangan lupa pada Allah. Perbanyaklah amal terhadap sesama manusia untuk memperoleh safaat dari Allah, dalam kehidupan kita di dunia ini. Sekiranya kau bisa menerima nasihatku, aku akan berdoa lagi kepada Allah semoga kau dikembalikan sebagai raja lagi," kata Ulama.
"Terima kasih Tuanku! Segala nasihat yang engkau berikan akan saya terima dan kujadikan pelita hidupku. Saya akan menjadi raja yang selalu memperhatikan nasib rakyatku. Lebih baik menderita daripada rakyatku yang menderita. Maka ilmu pengetahuan semata-mata untuk kepentingan orang banyak, negara dan bangsa, "pinta Maharaja Ali
"Bagus sekali permintaanmu. Itulah tandanya hamba Allah yang bertakwa. Baiklah!" Jawab Ulama
maka diberikanlah sejumlah ilmu pengetahuan kepada Maharaja Ali. Sampai-sampai pada ilmu pengobatan orang-orang sakit.
Maharaja Ali menerima segala ilmu pengetahuan yang diberikan ulama itu.
Kemudian ulama itu menyuruh Maharaja Ali ke luar dari laut. Disuruhnya agar pergi ke sebuah negeri di seberang lautan.
Segala suruhan Ulama itu diikui oleh Maharaja Ali. dan ketika tiba di negeri yang dimaksudkan Maharaja Ali pun disambut gembira oleh para penduduknya.
"Inilah keberkatan ulama tadi, "kata Maharaja Ali dalam hatinya.
Seminggu kemudian, orang-orang meramaikan perayaan penobatan Maharaja Ali sebagai raja di negeri itu. Segala raja seantero negeri diundang untuk menghadiri perayaan tersebut.
Selesai perayaan, dimulailah pemerintahan Maharaja Ali,. Dilaksanakan segala apa yang dinasihatkan oleh Ulama dulu. Selain itu, pertanian menjadi pusat perhatiannya agar masyarakat dapat hidup berkecukupan. Orang-orang miskin dan jompo menjadi tanggungan negara. Sehingga Maharaja Ali sangat dicintai oleh rakyatnya. Disamping itu, Maharaja Ali pun terkenal dalam hal kemampuannya mengobati orang-orang sakit.
Di dalam hal itu, tersebut kembali kisah isterinya yang disekap oleh raja dinegeri yang pernah dikunjunginya dulu. Setelah sekian lama isteri Maharaja Ali disekap, ia pun dibujuk oleh raja agar mau menjadi istri raja di negeri itu. Namun ia sama sekali tidak mau dan menolak tawaran itu. sampai-sampai raja hendak memaksanya.
Karena itu, siang malam isteri Maharaja Ali bersembahyang dan berdoa semoga Allah meluruskan jalan pikiran raja yang menyekapnya.
Tiba pada suatu hari, raja itupun jatuh sakit dan menjadi lumpuh. Kedua belah kakinya tak bisa digerakan sama sekali. Entah sudah berapa banyak dukun yang mengobatinya, tetapi tak ada yang berhasil menyembuhkannya. Hampir-hampir semua orang berputus asa, kalau saja tidak mendengar berita bahwa ada seorang raja yang sangat pandai menyembuhkan berbagai penyakit di negeri yang jauh.
bersedialah orang-orang mengantarkan rajanya ke negeri yang dimaksud yaitu negeri yang diperintahi oleh Maharaja Ali.
Setelah rampung semuanya, maka berlayarlah orang-orang bersama-sama dengan rajanya serta isteri Maharaja Ali. Pada suatu waktu tibalah mereka di negeri yang dimaksudkan. Mereka tiba di negeri itu ketika matahari persis di atas kepala. Terdengarlah bunyi ledakan meriam yang berada di atas kapal raja yang menderita lumpuh.
"Apa gerangan maksud letusan meriam itu?" Tanya Maharaja Ali kepada para penjaga istana dan orang banyak/
"Sembah Tuanku. Tak seorangpun dari kami mengetahui maksud kedatangan kapal itu," Jawab orang-orang.
"Cobalah tengok kapal itu! Tanyakan maksudnya," perintah Maharaja Ali
Ramai orang datang ke kapal. setiba mereka di pelabuhan nampaklah nahkoda kapal sedang duduk bersama-sama dengan para pengikutnya.,
"Apakah kehendak kalian datang kemari?" tanya pesuruh raja kepada orang-orang itu.
"Kami datang dengan maksud baik. Kami mendengar kabar bahwa raja anda pandai mengobati orang-orang sakit. Raja kami sedang mengidap penyakit yang tak tersembuhkan di negeri kami sendiri," jawab nahkoda kapal.
"Apakah nama penyakitnya itu?" tanya utusan Maharaja Ali
"Lumpuh kedua kakinya>" jawab orang-orang itu
"Akan kami sampaikan itu kepada raja kami." kata utusan raja.
Orang-orang yang menjadi utusan Maharaja Ali kembali ke istana. Disampaikannya kepada Maharaja Ali segala apa yang dengarnya dari tamu-tamu tadi.
"sebaiknya raja itu dibawa ke mari," perintah Maharaja Ali
Orang-orang menjemput raja yang lumpuh itu. Selain itu Maharaja Ali memerintahkan penjaga istana agar menjaga kapal tamu di pelabuhan. Para penjaga un pergilah menjalankan tugasnya.
Raja itu diusung ke istana Maharaja Ali, tetap isteri yang dibawanya tidak ikut serta. tetap tinggal di kapalnya. Ia tak mau mengikuti raja.
Kedua penjaga istana mengawasi kapal, agar aman dari gangguan. Pada saat itu kelihatan oleh mereka beberapa ekor burung elang yang sedang menyambar ikan di laut. Melihat itu salah seorang tertawa terbahak-bahak.
"Mengapa kalian segirang itu?" tiba-tiba isteri raja bertanya kepada kedua penjaga.
"Bagaimana kami tidak tertawa, kalau melihat tinggah burung-burung elang itu,"Jawab penjaga
"Bagaimana sikap burung-burung itu?" tanya isteri raja.
Seekor yang menyambar ikan, tetapi yang lain yang akan memakannya," jawab salah seorang penjaga.
"Sudahlah, kau jangan mentertawakan sikap burung burung elang tiu,"kata yang seorang lagi.
"Mengapa kau berkata begitu?" tanya yang seorang
"Tingkah burung-burung itu tak beda dengan perilaku manusia. Lupakah kau tentang nasib keluarga kita?" jawab yang seorang
"Aku tidak lupa. Aku ingat ibu kita yang disekap raja dzalim di negeri yang jauh dulu itu. Hingga kita kita tak dapat menemui ibu yang tercinta. Belum lagi tentang ayah kita berdua, Maharaja ALi yang diterkam buaya. Beruntunglah kita berdua, yang maasih hidup tertolong oleh para pemilik perahu tambangan,"jawab salah seorang
"Memang demikian kisah keluarga kita. Dan aku sedikit merasa curiga dengan raja kita sekarang. Jika kulihat wajahnya, teras seperti wajah ayah kita dahulu. Tetapi apa hendak dikata, karena kita tak bisa berbicara secara bebas dengan raja kita itu," kata yang seorang.
Karena mendengar kata-kata penjaga yang demikian, maka keluarlah istri raja dari dalam kamar kapalnya. Setibanya di luar, serta merta dipeluknya kedua penjaga itu penuh mesra. Kedua penjaga itu merasa ketakutan. Mereka menyadari bahwa tidak pantas untuk berbuat begitu. Disamping itu keduanya sangat takut kalau-kalau ketahuan raja. Bukankah selain mereka berdua masih ada pula orang lain disitu? Dan raja mereka adalah raja yang paling tidak suka dengan hal-hal serupa itu.
Kedua penjaga itu meronta-ronta melepaskan diri dari pelukan isteri raja. Malu mereka terhadap orang-orang yang ikut menyaksikan.
"Jangan begitu, Anakku! Kalian jangan takut dan malu karena aku memelukmu. Adapun aku ini tak lain dari ibumu. Akulah yang disekap oleh raja yang lumpuh itu. Kalian menunggu aku di pintu gerbang istana karena tak diperbolehkan masuk ke istana oleh para penjaga bukan?"kata isteri raja.
"Oh, Ibuku! Maha Kuasa Allah yang mempertemukan kita bertiga ini. Inilah bukti kekuasaan Allah terhadap para hambanya," kata yang tertua dari penjaga itu.
Salah seorang dari penjaga kapal, tidak senang melihat tingkah kedua penjaga dengan isteri raja di kapal. Ia segera ke istana melaporkan kejadian yang dilihatnya.
"Apa maksud kedatanganmu?"tanya Maharaja Ali kepadanya
"Ampun Tuanku! Hamba datang melaporkan apa yang telah terjadi di dalam kapal. Kedua penjaga istana telah berbuat sesuatu yang memalukan. Tidak sesuai dengan hukum agama," jawab pelapor.
"Apakah yang terjadi?"tanya Maharaja Ali
"Mereka berpelukan dengan isteri raja di dalam kapal. Mereka telah melanggar peraturan kerajaan yang Tuan perintahkan. Mohon agar kepada mereka di berikan hukuman yang setimpal dengan kesalahannya," jawab pelapor
"Memang begitu seharusya. Aku benar-benar benci kepada perbuatan serupa itu karena akan membawa dosa kepada negara dan bangsa. Panggilah mereka itu. Suruh kemari," perintah Maharaja Ali.
Maka pergilah orang banyak untuk memanggil kedua penjaga kapal seperti apa yang diperintahkan rajanya.
Sebelum kita lanjutkan kisah kedua penjaga itu, kita kembali kepada hal ihwal raja yang lumpuh. Sebelum diobati oleh Maharaja Ali, ia ditempakan di sebuah kamar, di serambi depan. Ia berbaring di atas kasur yang disediakan oleh Maharaja Ali.
Sebelum dilakukan pengobatan, Maharaja Ali melakukan salat hajat. Memohon kepada Allah pertolongan kepada raja yang lumpuh agar diberikan kesehatan yang baik. Mudah-mudahan ia bisa sembuh dari penyakitnya itu.
Selesai salat hajat, Maharaja Ali mendatangi raja yang lumpuh di serambi depan. Maharaja Ali memegang kening raja itu.
"Kenapa Anda sampai menderita begitu berat?" tanya Maharaja Ali.
"Sungguh saya tidak mengetahuinya. Tahu-tahu saya tidak bisa berjalan sama sekali," jawab raja itu.
"Barangkali ada perbuatanmu yang tidak sesuai dengan hukum agama,"kata Maharaja Ali.
"Memang ada."
"Apakah perbuatan itu?"
"Ada seorang wanita pernah datang meminta sedekah ke istana. Wanita itu sangat cantik. Entah dari mana datangnya saya tidak tahu," jawab raja yang lumpuh.
"Sesudah itu apa yang terjadi?" tanya Maharaja Ali
"Saya sekap wanita itu dalam kamar istana. Aku larang dia pulang ke tempat asalnya. Anak-anaknya yang menunggu di pintu gerbang istana tidak aku suruh masuk," cerita raja.
"Dimana anak-anak itu sekarang?"
"Saya tidak tahu lagi ke mana mereka pergi. Barangkali mereka telah menemui ajalnya."
Maharaja Ali berdiam diri. Bercucuran air matanya membasahi belah pipinya. Ia menangis tersedu-sedu karena terharu mendengar cerita itu.
Setelah selesai menangis, Maharaja Ali kembali bertanya kepada raja yang lumpuh.
"Apalagi sesudah itu?" tanya Maharaja Ali lagi
"Aku membujuknya agar dia mau menjadi isteriku, namun sia-sia saja. Ia tetap bertahan hingga hari ini. Ia menjawab hanya dengan tangis dan linangan air mata."
"Sesudah itu?"
"Tidak ada pekerjaan lain selain sembahyang dan berdoa. Apa yang didoakannya aku tak tahu," jawab raja yang lumpuh
Kembali Maharaja Ali berdiam diri. Ia termenung mendengar tutur raja itu.
Tengah ia berbuat demikian, tiba-tiba datanglah kedua penjaga kapal diantar oleh orang banyak. Tak ketinggalan isteri raja.
Ketika tiba diserambi istana, isteri raja dipisahkan dari kedua penjaga agar mudah diusut perkaranya.
"Apakah gerangan perbuatan anda berdua terhadap wanita yang tidak sesuai dengan hukum agama Islam?" tanya Maharaja Ali.
"Sembah Tuanku! Tidak ada perbuatan kami yang tidak patut," jawab salah seorang penjaga.
"Kaatakanlah dengan sebenarnya kepadaku," kata Maharaja Ali dengan agak marah
"Sebenar-benarnya kami berkata."
"Kalau memang tak terjadi apa-apa, mengapa orang datang melapor kepadaku?" tanya Maharaja Ali
"Sebenarnya kami hanya saling berpelukan dan menangis haru bercampur gembira bersama ibu yang berada dalam kamar kapal," jawab mereka berdua.
"Itulah yang tidak sesuai dengan hukum Agama, Sekarang akan kuhukum kalian sesuai dengan kesalahanmu," kata Maharaja Ali.
"Tak salah apa yang dikatakan Tuanku. Tetapi barang kali hal itu tidak tepat untuk diri kami," jawab salah seorang penjaga.
"Hei mengapa kau berani berkata begitu?" tanya Maharaja Ali, heran.
"Ada pun wanita yang berada di kamar kapal tak lain dan tak bukan, melainkan ibu kandung kami berdua. Kami berdua adalah anaknya. Kami telah lama berpisah dan baru kali ini dapat berjumpa,"jawab seorang penjaga.
"Benarkah kata-katamu itu?" tanya Maharaja Ali.
"Sembah Tuanku! Kami tak berani berbohong di hadapan Tuanku," jawab mereka berdua.
"Bagaimana kalian bisa berpisah dengan Ibumu?" tanya Maharaja Ali.
"Waktu itu ibu kami pergi meminta sedekah ke istana. Tetapi raja tidak mengizinkannya untuk pulang lagi. Ia disekap di istana."
"Sesudah itu apa yang kalian lakukan?" tanya Maharaja Ali.
"Kami kembali kepada ayah, yaitu Maharaja Ali yang telah lama menunggu. Ayah kami mengajak untuk meninggalkan negeri itu karena benci sekali terhadap tingkah laku raja, yang menyekap ibu kami itu. Dalam perjalanan itu, ketika kami menyeberangi sebuah sungai tiba-tib ayah kami disambar buaya hingga tewas. Ditinggalkannya kami berdua. Untunglah pemilik perahu tambangan yang menolong diri kami berdua," tutur salah seorang penjaga.
"Sesudah itu?" tanya Maharaja Ali lagi.
"Kami diperiksa oelh pemilik perahu tambangan itu. Kemudian pada suatu hari kami diantarkannya kemari, sehingga kami diangkat menjadi penjaga istana oleh Tuanku!" tutur penjaga.
Maharaja Ali berdiri. Ia meloncat ke arah penjaga itu. Kemudian ia menangis sejadi-jadinya.
"Kalian adalah anak kandungku sendiri. Akulah Maharaja Ali ayahmu yang diterkam buaya. Di manakah ibumu sekarang?" Tanya Maharaja Ali tersedu-sedu.
"Ada di serambi belakang," jawab kedua penjaga serentak.
Maka dijemputlah wanita itu. Ketika keduanya bertemu pandang menangislah mereka sejadi-jadinya. Rasa haru dan gembira menyertai mereka karena di luar dugaan bisa berjumpa kembali dengan satu keluarga.
Mereka bersujud syukur atas kekuasaan Allah semata-mata hingga hal yang demikian terjadi atas mereka. Bertambahlah kuat iman mereka kepada Allah yang Maha Kuasa.
Setelah itu mereka saling bercerita tentang kejadian-kejadian yang telah menimpa diri mereka masing-masing.
selesai kejadian itu semuanya, raja yang menderita lumpuh meminta maaf atas segala kesalahannya kepada Maharaja Ali sekeluarga.
"Sebaik-baiknya orang, adalah yang mau memaafkan kesalahan sesama manusia," kata Maharaja Ali.
Kemudian sesudah itu raja itupun mulailah diobati oleh Maharaja Ali. Dan beberapa hari kemudian ia pun telah sembuh. Kedua kakinya sudah bisa digerakan sedikit-sedikit. Hal itu membuat Maharaja Ali bersemangat untuk terus mengobatinya. Akhirnya raja itu sembuh sama sekali dari penyakitnya. I sudah bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Ketika raja itu merasa dirinya sudah sembuh benar, ia pun bercerita tentang Badarsyah. Rupanya Badarsyah telah diangkat menjadi pembantu raja di negeri raja itu.
Maka mereka sekeluarga pun pergilah menjenguk Badarsyah sambil mengantarkan pulang raja yang sembuh itu. Mereka akhirnya bertemu dengan penuh rasa gemira.
Mereka akhirnya hidup dengan tenteram di tempat masing-masing di mana mereka menjadi raja.
Ndededu ntikana mpararo nuntu ndai Sangaji Ali. Edempara cumpuna
TAMAT
"Bagus sekali permintaanmu. Itulah tandanya hamba Allah yang bertakwa. Baiklah!" Jawab Ulama
maka diberikanlah sejumlah ilmu pengetahuan kepada Maharaja Ali. Sampai-sampai pada ilmu pengobatan orang-orang sakit.
Maharaja Ali menerima segala ilmu pengetahuan yang diberikan ulama itu.
Kemudian ulama itu menyuruh Maharaja Ali ke luar dari laut. Disuruhnya agar pergi ke sebuah negeri di seberang lautan.
Segala suruhan Ulama itu diikui oleh Maharaja Ali. dan ketika tiba di negeri yang dimaksudkan Maharaja Ali pun disambut gembira oleh para penduduknya.
"Inilah keberkatan ulama tadi, "kata Maharaja Ali dalam hatinya.
Seminggu kemudian, orang-orang meramaikan perayaan penobatan Maharaja Ali sebagai raja di negeri itu. Segala raja seantero negeri diundang untuk menghadiri perayaan tersebut.
Selesai perayaan, dimulailah pemerintahan Maharaja Ali,. Dilaksanakan segala apa yang dinasihatkan oleh Ulama dulu. Selain itu, pertanian menjadi pusat perhatiannya agar masyarakat dapat hidup berkecukupan. Orang-orang miskin dan jompo menjadi tanggungan negara. Sehingga Maharaja Ali sangat dicintai oleh rakyatnya. Disamping itu, Maharaja Ali pun terkenal dalam hal kemampuannya mengobati orang-orang sakit.
Di dalam hal itu, tersebut kembali kisah isterinya yang disekap oleh raja dinegeri yang pernah dikunjunginya dulu. Setelah sekian lama isteri Maharaja Ali disekap, ia pun dibujuk oleh raja agar mau menjadi istri raja di negeri itu. Namun ia sama sekali tidak mau dan menolak tawaran itu. sampai-sampai raja hendak memaksanya.
Karena itu, siang malam isteri Maharaja Ali bersembahyang dan berdoa semoga Allah meluruskan jalan pikiran raja yang menyekapnya.
Tiba pada suatu hari, raja itupun jatuh sakit dan menjadi lumpuh. Kedua belah kakinya tak bisa digerakan sama sekali. Entah sudah berapa banyak dukun yang mengobatinya, tetapi tak ada yang berhasil menyembuhkannya. Hampir-hampir semua orang berputus asa, kalau saja tidak mendengar berita bahwa ada seorang raja yang sangat pandai menyembuhkan berbagai penyakit di negeri yang jauh.
bersedialah orang-orang mengantarkan rajanya ke negeri yang dimaksud yaitu negeri yang diperintahi oleh Maharaja Ali.
Setelah rampung semuanya, maka berlayarlah orang-orang bersama-sama dengan rajanya serta isteri Maharaja Ali. Pada suatu waktu tibalah mereka di negeri yang dimaksudkan. Mereka tiba di negeri itu ketika matahari persis di atas kepala. Terdengarlah bunyi ledakan meriam yang berada di atas kapal raja yang menderita lumpuh.
"Apa gerangan maksud letusan meriam itu?" Tanya Maharaja Ali kepada para penjaga istana dan orang banyak/
"Sembah Tuanku. Tak seorangpun dari kami mengetahui maksud kedatangan kapal itu," Jawab orang-orang.
"Cobalah tengok kapal itu! Tanyakan maksudnya," perintah Maharaja Ali
Ramai orang datang ke kapal. setiba mereka di pelabuhan nampaklah nahkoda kapal sedang duduk bersama-sama dengan para pengikutnya.,
"Apakah kehendak kalian datang kemari?" tanya pesuruh raja kepada orang-orang itu.
"Kami datang dengan maksud baik. Kami mendengar kabar bahwa raja anda pandai mengobati orang-orang sakit. Raja kami sedang mengidap penyakit yang tak tersembuhkan di negeri kami sendiri," jawab nahkoda kapal.
"Apakah nama penyakitnya itu?" tanya utusan Maharaja Ali
"Lumpuh kedua kakinya>" jawab orang-orang itu
"Akan kami sampaikan itu kepada raja kami." kata utusan raja.
Orang-orang yang menjadi utusan Maharaja Ali kembali ke istana. Disampaikannya kepada Maharaja Ali segala apa yang dengarnya dari tamu-tamu tadi.
"sebaiknya raja itu dibawa ke mari," perintah Maharaja Ali
Orang-orang menjemput raja yang lumpuh itu. Selain itu Maharaja Ali memerintahkan penjaga istana agar menjaga kapal tamu di pelabuhan. Para penjaga un pergilah menjalankan tugasnya.
Raja itu diusung ke istana Maharaja Ali, tetap isteri yang dibawanya tidak ikut serta. tetap tinggal di kapalnya. Ia tak mau mengikuti raja.
Kedua penjaga istana mengawasi kapal, agar aman dari gangguan. Pada saat itu kelihatan oleh mereka beberapa ekor burung elang yang sedang menyambar ikan di laut. Melihat itu salah seorang tertawa terbahak-bahak.
"Mengapa kalian segirang itu?" tiba-tiba isteri raja bertanya kepada kedua penjaga.
"Bagaimana kami tidak tertawa, kalau melihat tinggah burung-burung elang itu,"Jawab penjaga
"Bagaimana sikap burung-burung itu?" tanya isteri raja.
Seekor yang menyambar ikan, tetapi yang lain yang akan memakannya," jawab salah seorang penjaga.
"Sudahlah, kau jangan mentertawakan sikap burung burung elang tiu,"kata yang seorang lagi.
"Mengapa kau berkata begitu?" tanya yang seorang
"Tingkah burung-burung itu tak beda dengan perilaku manusia. Lupakah kau tentang nasib keluarga kita?" jawab yang seorang
"Aku tidak lupa. Aku ingat ibu kita yang disekap raja dzalim di negeri yang jauh dulu itu. Hingga kita kita tak dapat menemui ibu yang tercinta. Belum lagi tentang ayah kita berdua, Maharaja ALi yang diterkam buaya. Beruntunglah kita berdua, yang maasih hidup tertolong oleh para pemilik perahu tambangan,"jawab salah seorang
"Memang demikian kisah keluarga kita. Dan aku sedikit merasa curiga dengan raja kita sekarang. Jika kulihat wajahnya, teras seperti wajah ayah kita dahulu. Tetapi apa hendak dikata, karena kita tak bisa berbicara secara bebas dengan raja kita itu," kata yang seorang.
Karena mendengar kata-kata penjaga yang demikian, maka keluarlah istri raja dari dalam kamar kapalnya. Setibanya di luar, serta merta dipeluknya kedua penjaga itu penuh mesra. Kedua penjaga itu merasa ketakutan. Mereka menyadari bahwa tidak pantas untuk berbuat begitu. Disamping itu keduanya sangat takut kalau-kalau ketahuan raja. Bukankah selain mereka berdua masih ada pula orang lain disitu? Dan raja mereka adalah raja yang paling tidak suka dengan hal-hal serupa itu.
Kedua penjaga itu meronta-ronta melepaskan diri dari pelukan isteri raja. Malu mereka terhadap orang-orang yang ikut menyaksikan.
"Jangan begitu, Anakku! Kalian jangan takut dan malu karena aku memelukmu. Adapun aku ini tak lain dari ibumu. Akulah yang disekap oleh raja yang lumpuh itu. Kalian menunggu aku di pintu gerbang istana karena tak diperbolehkan masuk ke istana oleh para penjaga bukan?"kata isteri raja.
"Oh, Ibuku! Maha Kuasa Allah yang mempertemukan kita bertiga ini. Inilah bukti kekuasaan Allah terhadap para hambanya," kata yang tertua dari penjaga itu.
Salah seorang dari penjaga kapal, tidak senang melihat tingkah kedua penjaga dengan isteri raja di kapal. Ia segera ke istana melaporkan kejadian yang dilihatnya.
"Apa maksud kedatanganmu?"tanya Maharaja Ali kepadanya
"Ampun Tuanku! Hamba datang melaporkan apa yang telah terjadi di dalam kapal. Kedua penjaga istana telah berbuat sesuatu yang memalukan. Tidak sesuai dengan hukum agama," jawab pelapor.
"Apakah yang terjadi?"tanya Maharaja Ali
"Mereka berpelukan dengan isteri raja di dalam kapal. Mereka telah melanggar peraturan kerajaan yang Tuan perintahkan. Mohon agar kepada mereka di berikan hukuman yang setimpal dengan kesalahannya," jawab pelapor
"Memang begitu seharusya. Aku benar-benar benci kepada perbuatan serupa itu karena akan membawa dosa kepada negara dan bangsa. Panggilah mereka itu. Suruh kemari," perintah Maharaja Ali.
Maka pergilah orang banyak untuk memanggil kedua penjaga kapal seperti apa yang diperintahkan rajanya.
Sebelum kita lanjutkan kisah kedua penjaga itu, kita kembali kepada hal ihwal raja yang lumpuh. Sebelum diobati oleh Maharaja Ali, ia ditempakan di sebuah kamar, di serambi depan. Ia berbaring di atas kasur yang disediakan oleh Maharaja Ali.
Sebelum dilakukan pengobatan, Maharaja Ali melakukan salat hajat. Memohon kepada Allah pertolongan kepada raja yang lumpuh agar diberikan kesehatan yang baik. Mudah-mudahan ia bisa sembuh dari penyakitnya itu.
Selesai salat hajat, Maharaja Ali mendatangi raja yang lumpuh di serambi depan. Maharaja Ali memegang kening raja itu.
"Kenapa Anda sampai menderita begitu berat?" tanya Maharaja Ali.
"Sungguh saya tidak mengetahuinya. Tahu-tahu saya tidak bisa berjalan sama sekali," jawab raja itu.
"Barangkali ada perbuatanmu yang tidak sesuai dengan hukum agama,"kata Maharaja Ali.
"Memang ada."
"Apakah perbuatan itu?"
"Ada seorang wanita pernah datang meminta sedekah ke istana. Wanita itu sangat cantik. Entah dari mana datangnya saya tidak tahu," jawab raja yang lumpuh.
"Sesudah itu apa yang terjadi?" tanya Maharaja Ali
"Saya sekap wanita itu dalam kamar istana. Aku larang dia pulang ke tempat asalnya. Anak-anaknya yang menunggu di pintu gerbang istana tidak aku suruh masuk," cerita raja.
"Dimana anak-anak itu sekarang?"
"Saya tidak tahu lagi ke mana mereka pergi. Barangkali mereka telah menemui ajalnya."
Maharaja Ali berdiam diri. Bercucuran air matanya membasahi belah pipinya. Ia menangis tersedu-sedu karena terharu mendengar cerita itu.
Setelah selesai menangis, Maharaja Ali kembali bertanya kepada raja yang lumpuh.
"Apalagi sesudah itu?" tanya Maharaja Ali lagi
"Aku membujuknya agar dia mau menjadi isteriku, namun sia-sia saja. Ia tetap bertahan hingga hari ini. Ia menjawab hanya dengan tangis dan linangan air mata."
"Sesudah itu?"
"Tidak ada pekerjaan lain selain sembahyang dan berdoa. Apa yang didoakannya aku tak tahu," jawab raja yang lumpuh
Kembali Maharaja Ali berdiam diri. Ia termenung mendengar tutur raja itu.
Tengah ia berbuat demikian, tiba-tiba datanglah kedua penjaga kapal diantar oleh orang banyak. Tak ketinggalan isteri raja.
Ketika tiba diserambi istana, isteri raja dipisahkan dari kedua penjaga agar mudah diusut perkaranya.
"Apakah gerangan perbuatan anda berdua terhadap wanita yang tidak sesuai dengan hukum agama Islam?" tanya Maharaja Ali.
"Sembah Tuanku! Tidak ada perbuatan kami yang tidak patut," jawab salah seorang penjaga.
"Kaatakanlah dengan sebenarnya kepadaku," kata Maharaja Ali dengan agak marah
"Sebenar-benarnya kami berkata."
"Kalau memang tak terjadi apa-apa, mengapa orang datang melapor kepadaku?" tanya Maharaja Ali
"Sebenarnya kami hanya saling berpelukan dan menangis haru bercampur gembira bersama ibu yang berada dalam kamar kapal," jawab mereka berdua.
"Itulah yang tidak sesuai dengan hukum Agama, Sekarang akan kuhukum kalian sesuai dengan kesalahanmu," kata Maharaja Ali.
"Tak salah apa yang dikatakan Tuanku. Tetapi barang kali hal itu tidak tepat untuk diri kami," jawab salah seorang penjaga.
"Hei mengapa kau berani berkata begitu?" tanya Maharaja Ali, heran.
"Ada pun wanita yang berada di kamar kapal tak lain dan tak bukan, melainkan ibu kandung kami berdua. Kami berdua adalah anaknya. Kami telah lama berpisah dan baru kali ini dapat berjumpa,"jawab seorang penjaga.
"Benarkah kata-katamu itu?" tanya Maharaja Ali.
"Sembah Tuanku! Kami tak berani berbohong di hadapan Tuanku," jawab mereka berdua.
"Bagaimana kalian bisa berpisah dengan Ibumu?" tanya Maharaja Ali.
"Waktu itu ibu kami pergi meminta sedekah ke istana. Tetapi raja tidak mengizinkannya untuk pulang lagi. Ia disekap di istana."
"Sesudah itu apa yang kalian lakukan?" tanya Maharaja Ali.
"Kami kembali kepada ayah, yaitu Maharaja Ali yang telah lama menunggu. Ayah kami mengajak untuk meninggalkan negeri itu karena benci sekali terhadap tingkah laku raja, yang menyekap ibu kami itu. Dalam perjalanan itu, ketika kami menyeberangi sebuah sungai tiba-tib ayah kami disambar buaya hingga tewas. Ditinggalkannya kami berdua. Untunglah pemilik perahu tambangan yang menolong diri kami berdua," tutur salah seorang penjaga.
"Sesudah itu?" tanya Maharaja Ali lagi.
"Kami diperiksa oelh pemilik perahu tambangan itu. Kemudian pada suatu hari kami diantarkannya kemari, sehingga kami diangkat menjadi penjaga istana oleh Tuanku!" tutur penjaga.
Maharaja Ali berdiri. Ia meloncat ke arah penjaga itu. Kemudian ia menangis sejadi-jadinya.
"Kalian adalah anak kandungku sendiri. Akulah Maharaja Ali ayahmu yang diterkam buaya. Di manakah ibumu sekarang?" Tanya Maharaja Ali tersedu-sedu.
"Ada di serambi belakang," jawab kedua penjaga serentak.
Maka dijemputlah wanita itu. Ketika keduanya bertemu pandang menangislah mereka sejadi-jadinya. Rasa haru dan gembira menyertai mereka karena di luar dugaan bisa berjumpa kembali dengan satu keluarga.
Mereka bersujud syukur atas kekuasaan Allah semata-mata hingga hal yang demikian terjadi atas mereka. Bertambahlah kuat iman mereka kepada Allah yang Maha Kuasa.
Setelah itu mereka saling bercerita tentang kejadian-kejadian yang telah menimpa diri mereka masing-masing.
selesai kejadian itu semuanya, raja yang menderita lumpuh meminta maaf atas segala kesalahannya kepada Maharaja Ali sekeluarga.
"Sebaik-baiknya orang, adalah yang mau memaafkan kesalahan sesama manusia," kata Maharaja Ali.
Kemudian sesudah itu raja itupun mulailah diobati oleh Maharaja Ali. Dan beberapa hari kemudian ia pun telah sembuh. Kedua kakinya sudah bisa digerakan sedikit-sedikit. Hal itu membuat Maharaja Ali bersemangat untuk terus mengobatinya. Akhirnya raja itu sembuh sama sekali dari penyakitnya. I sudah bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Ketika raja itu merasa dirinya sudah sembuh benar, ia pun bercerita tentang Badarsyah. Rupanya Badarsyah telah diangkat menjadi pembantu raja di negeri raja itu.
Maka mereka sekeluarga pun pergilah menjenguk Badarsyah sambil mengantarkan pulang raja yang sembuh itu. Mereka akhirnya bertemu dengan penuh rasa gemira.
Mereka akhirnya hidup dengan tenteram di tempat masing-masing di mana mereka menjadi raja.
Ndededu ntikana mpararo nuntu ndai Sangaji Ali. Edempara cumpuna
TAMAT
0 komentar:
Post a Comment