Salah satu di antara mereka tiba-tiba dengan lancang berkata, “Hai ibnu Maryam, bagi kami surga di akhirat sana tidaklah penting. Kamu bisa hidup tentram dan bahagia tanpa agama. Yang penting kami banyak harga itu yang penting.”
“harta tidak akan menjamin ketentraman hidup saudara-saudaraku,”Sahut Nabi Isa dengan penuh kasih sayang.
“Omong kosong apa yang kau ucapkan itu? hartalah yang membuat hidup kita selalu diliputi kesenangan, kegembiraan dan kebahagiaan.” Bantah mereka bersikeras.
“Baiklah saudara saudara punya penapat demikian. Nanti datanglah ke tempatku. Kalian bertiga. Kita akan berbicara barangkali ada rizki buat saudara-saudara.” Kata Nabi Isa.
Mereka tahu kalau Isa ibnu Maryam adalah orang yang tak pernah berdusta, maka setelah selesai acara khotbah itu, dengan gembira mereka datang ke kemah Nabi Isa As.. Mereka oleh Nabi Isa As diberi sebuah peta tempat menyimpan harta kekayaan yang banyak sekali. dalam peta itu diterangkan letaknya di puncak bukit yang cukup terjal di dalam seguah gua yang tersembunyi.
Alangkah gembiranya hati mereka dengan bayangan akan memperoleh harta berlimpah yang mereka idam-idamkan. Berangkatlah mereka dengan membawa peralatan yang ditubuthkan.
Ditelusurinya jalan menuju bukit tersebut sesuai dengan petujuk peta. Dan akhirnya setelah dicocokkan berulang ulang dengan gambar dalam peta, mereka yakin bahwa gua berpintu yang kini dihadapan mereka itu adalah tempat penyimpanan harta benda yang mereka buru.
Dengan hati yang berdebar-debar mereka memasuki gua. Dan terrnyata benar, di sebuah ruangan yang cukup besar dalam gua itu terdapat peti peti yang di dalamnya perhiasan emas permatadan berliat dalam jumlah yang tak terkira banyaknya.
Mereka kemudian berunding, bagaimana cara untuk mengangkut harta karus itu sehingga tak sampai diketahui oleh orang lain. Akhirnya mereka sepakat untuk membagi pekerjaan.
Secara bergantian, mereka akan mengangkut harta itu ke suatu hutan di kaki bukit . di sanakalah harta itu nanti akan dibagi sama rata dan kebetulan di tempat itu ada sebuah gubug tua yang sudah lama ditinggal oleh penghuninya.
Dengan bersusah payah, ketiga orang itu akhirnya berhasil mengangngkut harta kekayaan itu ke hutan terpencil ketika mereka hendak membaginya, salah seorang di antara mereka berkata: “Sebelum kita membagi harta ini bagaimana kalau sebaiknya kita mencari makanan dulu? Bukankah perut kita sedang lapar karena telah beberapa hari tidak makan? Di samping itu, kukira sangat berbahaya bagi keamanan kita membawa harta kekayaan dengan keadaan tubuh yang lemas.”
“Benar juga pendapatmu. Lalu apa yang mesti kita lakukan?” sahut kawannya.
Karena itu usulan yang baik kedua temannya menyetujui. Kemudian berangkat lah salah seorang di antara mereka mencari warung di perkampungan tepi hutan untuk membeli makanan. Karena perutnya sudah lapar sekali ia makan di warung itu. kemudian minta dua porsi lagi untuk dibungkus.
Ketika meninggalkan warung dengan membawa dua bungkus makanan untuk kedua orang temannya, orang itu berfikir.
“Seandainya makanan ini kububuhi racun, maka semua harta itu akan menjadi milikku, tak perlu lagi membaginya bertiga.”
Niat orang tiu menjadi bulat karena keserakahannya untuk menguasai harta itu seorang diri. Maka ia pergi ke pasar untuk membeli racun.
Dalam perjalanan kembali menemua dua orang kawannya, dua bungkus makanan itu dibuka kembali dan dibubuhi racun. Kemudian dibungkus kembali seperti semula dengan rapi.
Sementara itu, kedua temannya tengah menunggu harta kekayaan itu terlibat dalam pembicaraan yang mengatur suatu rencana.
“Benar juga katamu.” Kata salah seorang dari mereka. “Jika nanti ia datang harta ini terpaksa harus kita bagi bertiga. Satu-satunya cara agar harta ini kita bagi hanya berdua saja, teman kita itu harus kita lenyapkan.”
“Memang itulah maksudku,” sahut teman satunya.
Tapi, bagaimana caranya?”
“Sebelum dia tiba, mari kita saiapkan alat pemukul dan nanti kita bersembuni di balik pintu. Begitu ia nanti masuk langsung saja kita hantam bersama-sama. Asa dia tika akan mampu?”
“Hahaha...mudah sekali dan harta itni pun menjadi milik kita berdua.” Gelak mereka
Ketika mereka mendengar langkah kaki temannya yang mendaki tangga untuk memasuki gubug. Dengan caepta kedua orang itu bersembunyi di balik pintu yang masing-masing telah menyiapkan alat pemukul dari kayu di tangannya.
Ketika pintu gubug itu dibuka dari luar dan temannya masuk, secara bersamaan kedua orang itu mengayunkan kayunya pentungannya menghantam kepala yang beru muncul itu berulang kali tanpa ampun hingga tewas.
Dengan tidak mengenal prrikemanusiaan, dengan gembira mereka menyeret mayat temannya yang baru mereka buuh dan membuangnya ke dalam sebuah sumur tua yang ada dibelakang gubug lalu dengan suka cita dan tanpa curiga, kedua orang itu melahap bungkusan makanan yang dibeli oleh temannya yang baru saja mereka bunuh.
Setelah makanannya habis dan masuk ke dalam perut. Mereka merasakan napasya sesak. Tenggorokannya seperti di bakar dan perutnya bagai diaduk-aduk. Mereka menjadi terkejut dan baru menyadari bahwa makanan yang telah mereka lahap telah dibubuhi racun namun terlambat
Tubuh mereka menggelepar lepar dan dari mulutnya mengalir buih. Dengan derita yang hebat dan setelah tubuhnya kejang-kejang, akhirnya kedua orang itupun tewas menyusul temannya yang mereka bunuh. Sementara di sisi mayatnya mereka masih teronggok harta kekayaan yang mereka keja dan agung-agungkan.
0 komentar:
Post a Comment